Manusia berfilsafat karena manusia ingin tahu rahasia alam semesta dan segala peristiwa yang ada di dalamnya. Why is there something rather there nothing (mengapa ada sesuatu dan bukannya ketiadaan semata). Mengapa ada manusia; mengapa ada kematian; penderitaan; ketidakadilan; kejahatan? Kemudian pertanyaanya berlanjut “Apa penyebab adanya segala sesuatu? Apa penyebab penderitaan dan keberadaan manusia? Setelah itu manusia mulai bertanya “apa arti segala sesuatu?” apa arti perang, penderitaan, hidup manusia, kedamaian, kematian dsb. Dalam wilayah ini manusia tidak lagi bertanya mengenai “penyebab” tapi “mengapa ada kematian” Apa tujuan hidup? Apa makna di balik penderitaan? Apakah penderitaan itu memanusiakan manusia atau sebaliknya?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong manusia untuk berfilsafat. Kehausan manusia untuk mencari jawaban terhadap segala hal yang dipertanyakannya. Dalam berfilsafat manusia tidak terbatas terhadap hukum-hukum alam dan kitab suci manapun. Berbeda dengan ilmu-ilmu empiris yang membatasi dirinya pada bidangya masing-masing seturut hukum dan aturannya. Sementara filsafat selalu mencari kemungkinan-kemungkinan baru yang memungkinkan penciptaan-penciptaan baru.
Filsafat bermula dari sebuah pertanyaan.
Pertama, ketakjuban. Ketika manusia takjub terhadap peristiwa-peristiwa alam, gaib dan segala sesuatu yang memungkinkan manusia untuk kagum. Bagi Plato pengamatan terhadap bintang-bintang, matahari, dan lagit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Padangan ini semakin diperjelas oleh Aristoteles. Menurutnya karena takjub manusia mulai berfilsafat. Sementara bagi Immanuel Kant ( abad 1 bukan hanya takjub terhadap alam ini, melainkan ia juga terpukau memandang hukum moral dalam hatinya, sebagaimana tertulis di batu nisan kuburannya : coelum stellatum supra me, lex moralis intra me (bintang di langit di atasku, tapi hukum moral ada di bawahku).
Kedua, ketidakpuasan. Manusia tidak puas akan jawaban dari mitos-mitos terhadap segala pertanyaanya. Maka manusia mulai mencari jawaban yang meyakinkan dirinya dan bersifat pasti. Akhirnya lambat laun manusia mulai berpikir secara rasional. Akibatnya akal budi mulai berperan. Maka lahirlah filsafat.
Ketiga, hasrat bertanya. Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Pertanyaan-pertanyaan yang diwujudkan itu tidak hanya sekedar terarah pada wujud sesuatu, melainkan juga terarah pada dasar dan hakikatnya. Inilah salah satu yang menjadi ciri khas filsafat. Mempertanyakan segala sesuatu dengan cara berpikir radikal, sampai ke akar-akarnya, tetapi juga bersifat universal.
Keempat, keraguan. Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh kejelasan yang pasti pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang adanya atau apriori (keraguan atau ketikdakpuasan dan kebingungan) di pihak manusia yang bertanya. Keraguan ini merangsang manusia untuk terus bertanya. Kemudian menggiring manusia untuk berfilsafat.
Sumber : http://noveonline.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar